Senin, 02 Februari 2009

Tujuan Hidup Manusia

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizqi sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rizqi yang mempunyai Kekuatan lagi sangat kokoh." (QS. Adz Dzariyat: 56-58)
Yang dimaksud dengan "menyembah Allah" dalam arti yang luas, yaitu melaksanakan semua yang diperintahkan dan disukai-Nya, serta menjauhi laranganya. Inilah yang disebut menghamba atau mengabdi (istilah islamnya: beribadah).
Seorang budak yang mengabdi kepada tuanya harus melaksanakan perintahnya oleh tuanya, dan meningalkan apa yang dilarangnya.
Untuk ini, si hamba harus rela meningalkan kemalasan dan kebiasaan-kebiasaan lamanya, yang tidak disukai majikanya.
Sesungguhnya tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah, Tuhan Penguasa Alam. Pernyataan dalam ayat di atas, bahwa manusia diciptakan untuk beribadah langsung disambung dengan ayat berikutnya yang merupakan ungkapan penolakan terhadap rizqi dari manusia. Melalui kedua ayat tersebut, seakan-akan dikatakan :"yang aku perintahkan adalah beribadah, bukan mencari rizqi." Dalam surat Thaha ayat 132 dikatakan: "Kami tidak meminta rizqi kepadamu, kamilah yang memberi rizqi kepadamu." Jika direnungkan, ayat 57 Surat Adz-Dzariat tersebut merupakan ungkapan yang tepat, sebagai sindiran umumnya manusia.
Adapun hal-hal seperti rizqi, ajal, miskin, kaya, sakiy, sehat, naik turunya kedudukan, termasuk jodoh dan sebagainya, adalah segala sesuatu yang sudah menjandi tanggungan Allah. Mencari yang demikian tidak diperintahkan, tetapi harus diyakini bahwa Allah akan memberikannya kepada orang yang dikehendaki bukan orang yang kita kehendaki.
Betul yang dikatakan bahwa bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri termasuk dalam kategori ibadah. Ciri-ciri pekerjaan yang disebut ibadah antara lain :
1. Jika dikerjakan akan menyebabkan bertambah dekatnya orang kepada Allah. Tandanya tenangnya hati karena telah melaksanakan sesuatu yang disukai oleh Allah. Adapun hasilnya dipasrahkan oleh Allah, dan dia bertawakal hanya kepada-Nya. Jika berhasil dia bersyukur, Jika tidak berhasil dia besabar, intropeksi diri tidak mennyalahkan orang lain.
2. Pekerjaan tersebut secara langsung tidak menyebabkan dosa, baik dalam niat/tujuan, keyakinan/aqidah, ucapan maupun dalam berinteraksi dengan sesama mahluk.
3. pekerjaan tersebut menumbuhkan motifasi untuk melaksanakan amal yang lain, sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
4. Pekerjaan tersebut tidak mengurangi tidak mengurangi/melalaikanya dari kewajiban lain yang lebih penting, seperti firman Allah : "Hai orang-orang yang beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS. Al Munafiqun: 9)
Jika seseorang bekerja keras tak kenal waktu dalam mencari rizqi(harta benda) sehingga melalaikan dari mengerjakan perintah Allah, apakah dapat dinamakan ibadah? Bukankah yang demikian hanya akan hanya akan menambah jauh dirinya dengan Allah? Inilah yang disebut mencari sesuatu yang sudah dijamin dengan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan untuk dicari. Itulah sebabnya, ayat 56 surat Adz-Dzariyat tersebut dilanjutkan dengan sendirian terhadap orang-orang yang bekerja keras mencari rizqi, sehingga menyebabkan lalai dalam melaksanakan kewajiban agama.
Orang-orang yang lalai, jika tidak segera sadar, akan semakin terperosok ke dalam jurang kelalaian. Secara perlahan tapi pasti tanpa terasa imanya akan semakin berkurang. Ketika sudah mencapai kondisi yang membahayakan ditengah-tengah gelimangnya materi dan kemewahan dunia, barulah ia sadar, "mengapa begini? apa yang terjadi? kemana keimananku yang dulu?"
Allah berfirman: "Barangsiapa yang menghedaki kehidupan dunia dan perhiasanya, niscaya kami akan kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka didunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka telah usahakan di dunia sia-sialah apa yang mereka tekah kerjakan." (QS. Hud: 15-16)
Mereka bersenang-senang dalam kehidupan dunia karena terpengaruh oleh perhiasan-perhiasan duniawi yang melenakan dan menyilaukan mata. seperti firman Allah: "Dijadikan indah pada (pandanagan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, dll. Itulah kesenanagan hidup di dunia Dan di sisi Alllalah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali-Imran: 14)
Secara naluri menusia mempunyai ketertarikan yang kuat terhadap perhiasan seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut. Yang demikian merupakan sesuatu yang dicari, bahkan menjandi tujuan hidup bagi kebanyakan manusia di dunia ini. Oleh karena itu Allah langsung memperingatkan kita pada akhir ayat tersebut: "dan disisi Allahlah tempat kembali Yang baik (surga)." pada ayat lain juga disebutkan: "Dan janganlah kamu tunjukan kedua matamu kepada kami apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai mereka denganya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Thaha: 131)
Wallahu A'lam.

jAgAlAh Hatimu Kawan

"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka Bumi, lalu mempunyai hati yang dengannya mereka dapat memahami, atau mempunyai telinga denganya mereka dapat mendengar? Karena sesugguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada didalam dada." (QS. Al-Hajj; 46) Hati indentik dengan lintasan perasaan. ia tak berwujud benda atau tubuh. keberadaanya abstrak seperti ruh. Hanya saja bisikanya kuat sehingga bisa mampu bisa mengenalikan manusia. ia merupakan gelanggang pertarungan antara kebaikan dan kejahatan. Menang kalah silih berganti. Itulah sebabnya ia dinamakan qalbu (cenderung bolak balik dan selalu berubah, sumiya al-qalbu litaqallubihi Hati manusia menempati posisi yang sangat vital. Ia adalah ruh dan energi kehidupan. Karena itu setiap mukmim harus merawat dengan baik.
Seperti organ tubuh lainya, hati bisa sakit, bahkan mati. Allah SWT berfirman : "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bgi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." (QS. 2:10)
Supaya hati kita tidak terjangkit penyakit, kita harus kita harus bekerja kers untuk merawatnya. Jangan lupakan pula 'makanan' utamanya yaitu dzikrulah Dengan mersakan kehadiran Allah itulah hati kita akan menemukan ketenangan. Ustman bin Affan pernah berkata , "Andai saja hati ini bersih suci, niscaya dia tidak akan pernah kenyang dengan dzikrullah".
Sebaliknya, saat ditanya bagaimana cara mengobati hati yang resah, Ibnu Mas'ud menjawab, "Dengarkanlah bacaan al-qur'an. Datanglah ke majelis-majelis dzikir. Pergilah ketempat yang sunyi untuk berkhalwat dengan Allah SWT. jika belum terobati juga, maka mintalah kepada Allah SWT hati yang lain karena hati yang kamu pakai bukanlah hatimu lagi".
Hati juga ibarat sebuah pohon. Ia membutuhkan siraman air yang cukup agar menjelma menjadi pohon yang kuat.Akarnya menghujam ke bumi, rantingnya rindang dan buahnya lebat. sebaliknya jika dilantarkan buahnya akan layu, batangnya keropos dan hingga akhirnya tumbang.
Merawathati merupakan keharusan bagi setiap muslim. sebab hati adalah nahkoda seluruh prilaku manusia. bila hati bersemayam di atas kebenaran maka peliharalah seluruh ucapan dan perbuatan manusia.
Bagaimana dengan hati kita? Masihkah berjalan diatas petunjuk-Nyayang bercerang atau bersaruk-saruk di kegelepan malam? Jangan biarkan ia menjadi hantu gentayangan yang senantiasa menjauhi cahaya untuk menebar ketakutan dan kebusukan hati sangat tergantung pada pedoman yang dipakai untuk membibingnya.
Sebagai muslim kita menyakini, bahwa sebaik-baik pembibing adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. "Bila hati berjalan tidak pada garis yang tidak ditentukan oleh Allah SWT, maka ia bagaikan mayat yang berjalan. Ia hidup tetapi tidak membawa kebaikan Bahkan menjadi penebar kebusukan." Demikian kata Sayyid Qutub.
Jika hati tidak dirawat dan tidak tidak digunakan sesuai dengan tuntunan Allah SWT, maka derajat pemiliknya lebih rendah dari hewan. Al-Qur'an telah memperingatkan hal itu :
"Dan sesuguhnya kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari Jin dan Manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orang yang lalai". (QS.7:179)
Islam adalah cahaya yang menerangi. cahaya menghidupkan hati yang mati agar mampu memahami hakikat kehidupan ini. bersyukurlah kita sebagai muslim, Karena kita memiliki potensi untuk menata hidup dan kehidupan selaras dengan kehendak Ilahi.
Wallahu A'lam.

" PP KEFARMASIAN "

Apoteker sebagai sebagai salah satu tenaga kesehatan mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya pelayanan kefarmasian. Karena itu kontribusi apoteker dalam proses pengobatan tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian yang sangat pesat, dewasa ini pelayanan kefarmasian tidak lagi terpaku pada pengelolaan obat sebagai komoditi saja.

Apoteker dituntut untuk memperluas cakupan pelayanan kefarmasian agar lebih komprehensif lagi. Apoteker berkewajiban memberikan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) guna mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional serta memonitor penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error).

Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian (selanjutnya disingkat PP-PK) merupakan perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kefarmasian. Kelahirannya sangat ditunggu-gunggu baik oleh para apoteker maupun stakeholder nya karena perangkat hukum yang ada sekarang ini dirasakan belum memadai.

Sebagaimana diketahui, perangkat hukum yang ada sekarang ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, dan belum memberdayakan organisasi profesi dan pemerintah daerah sejalan dengan era otonomi.

Sementara itu meski berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima, dan tenaga kefarmasian sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, tetapi masih belum memadai karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat cepat dan tidak seimbang dengan perkembangan hukum.

PP-PK merupakan acuan yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktek kefarmasian agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tapi mengapa sampai sekarang PP-PK belum keluar juga ? Padahal proses penggodokannya sudah memakan waktu lebih dari 3 tahun.

Apakah ada yang keberatan dengan PP-PK tersebut ?

Sejatinya PP-PK bisa juga dipandang sebagai penjabaran dari pasal 63 UU no 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan yang berbunyi :

  1. Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
  2. Ketentuan mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Di dalam rancangannya, PP-PK diantaranya mengatur jenis, kualifikasi, standar pendidikan dan registrasi tenaga kefarmasian, serta penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian. Melalui PP-PK akan terlihat dengan jelas siapa yang tergolong tenaga kefarmasian dan oleh karenanya berhak untuk menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian berikut tugas dan tanggung jawabnya serta sangsi yang diberikan apabila melanggar.

Secara objektif PP-PK memang merupakan payung hukum yang bisa menjadi landasan bagi para tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaannya. Disamping itu, dengan sendirinya melalui PP-PK kesemrawutan penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian yang terjadi selama ini diharapkan bisa teratasi.

Jadi semestinya tidak ada hal-hal perlu dipermasalahkan karena menimbulkan kerugian bagi pihak lain, misalnya. Atau, apakah pihak yang selama ini terbiasa menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian keberatan karena yang bersangkutan terkecualikan sebagai tenaga kefarmasian ?

Apakah Langkahqu mampu Merubah sebuah Harapan

.............................