Jumat, 20 Februari 2009

Jamu MILIHERBA

Jamu miliherba adalah suatu formula jamu yang dibuat dari bahan alami ( bagian tanaman / ekstrak tanaman ) dalam dosis milligram . Dengan dosis kecil ini khasiat jamu dapat memperbaiki / meningkatkan keseimbangan dan fungsi tubuh.

Tanaman yang digunakan berupa sayuran sehari-hari dan tanaman lain yang mudah didapat. Dasar pembuatan jamu miliherba Sriana Aziz adalah ; Insyaallah semua penyakit ada obatnya dan dengan dosis kecil , efek jamu akan meningkatkan keseimbangan tubuh. Menurut S Hahnelman M D ( 1796 ); penggunaan bahan obat dalam dosis kecil akan bekerja meningkatkan keseimbangan tubuh ( homeopati ).

Tanaman obat Indonesia telah banyak digunakan dan dibudidayakan oleh bangsa lain baik di Eropah, Amerika, Australia dan Cina sedang di Indonesia sendiri diabaikan. Produsen jamu Indonesia cenderung menggunakan bahan baku jamu dari luar negeri untuk jamu-jamu tertentu, misalnya Ginko biloba, Ginseng, Jamur linci dsb. Sebenarnya tanaman tersebut dapat diganti dengan bunga teleng ( Clitoria ternatea ) yang sudah diteliti di luar negeri dan dapat digunakan sebagai tonik otak . Ginseng dapat diganti dengan samrego atau pasak bumi atau som jawa ( tallinum paniculatum ).

Meskipun telah diketahui khasiat herba secara empiris, ada diantara tanaman obat yang sangat beracun dan telah dilakukan penelitian secara pre klinis pada berbagai tumbuhan. Masih ditemukan kadang-kadang ada penetapan dosis beberapa jamu sangat tinggi, mendekati LD-50 . Oleh karena itu sebaiknya ada buku panduan herba yang aman untuk jamu oleh Pemerintah, sehingga masyarakat tidak latah saja menggunakan herba yang sangat beracun untuk jamu. Dalam penggunaan obat tradisional ada juga masyarakat yang pergi berobat pada orang "pinter" yang tidak jelas kemampuannya dan sering kali terjadi keracunan. Misalnya penggunaan jus (juice) rebung mentah yang dapat menimbulkan kematian karena rebung mentah mengandung HCN. Pada umumnya rebung digunakan untuk sayur setelah dicuci dan digodok sehingga HCN nya menguap. Demikian pula memakan daun katuk mentah setiap hari selama 7 bulan dapat menimbulkan keracunan bronkhiolitik yang permanen.

Penggunaan jamu dalam bentuk miliherba adalah terobosan baru sebagai aktif faktor untuk meningkatkan keseimbangan dan fungsi tubuh. Jamu dalam dosis kecil ini belum berkembang di Indonesia tapi bentuk obat homeopati ( obat dengan dosis kecil ) telah sukses di Perancis, Jerman, India, Amerika Latin, Inggris, Australia dan Amerika. Sejak tahun 1998 telah dilakukan penelitian dalam proses pembuatan dan pemanfaatan formula jamu miliherba dan sampai saat ini telah dihasilkan 31 formula jamu miliherba . Sesuai dengan filosofi homeopati bahwa uji obat homeopati tidak perlu dilakukan uji-coba pada binatang, tapi langsung pada manusia karena dosisnya sangat kecil dengan jumlah sample 100 orang. Penelitian ini merupakan penelitian pribadi dan pada uji kasus dikatakan sembuh bila gejala hilang dan sebagian pasien memeriksakan diri ke laboratorium. Hasilnya keberhasilan obat ini( jamu miliherba ) lebih dari 90 % dan kegagalan disebabkan karena putus obat atau beralih ke obat lain.

Penemuan ini telah dipatenkan pada Direktorat paten dengan judul Proses Pembuatan dan Pemanfaatan 5 formula Jamu Naturopati-Homeopati dengan nomor paten P00200400356.

Satu macam jamu miliherba menggunakan lebih dari 30 jenis bahan herba yang tidak beracun atau tumbuhan dengan dosis kecil ( milligram ) sebagai aktif factor untuk meningkatkan keseimbangan dan fungsi tubuh. Penggunaan obat tradisional miliherba -

untuk pengobatan (kuratif )cara pakainya adalah 3 kali sehari 1-2 kapsul sedangkan untuk pencegahan (preventif ) setiap hari 1 kapsul . Bobot 1 kapsul = 350 mg , dibanding dengan jamu serbuk umumnya beratnya 7 gram per bungkus (1/20 kali ).

Proses pembuatan jamu miliherba .

Pembuatan jamu miliherba terdiri dari 10 jenis herba sebagai bahan utama, 3-5 jenis herba untuk meningkatkan khasiat atau meningkatkan bioavailability dan 15 jenis herba sebagai pengencer untuk sinergistik,vitamin dan mengurangi efek samping. Semua herba dalam formula secara empiris mempunyai khasiat yang sama. Semua herba yang telah dicampur, dikeringkan dengan sinar matahari kemudian dilanjutkan dengan pemanasan 40-50 Oc sampai kering, lalu dihaluskan dan selanjutnya dimasukkan kedalam kapsul nomor 0 Berat per kapsul sekitar 340 - 350 mg.

Tumbuhan yang digunakan.

Tumbuhan yang digunakan terdiri dari sayuran dan tumbuhan obat lain disekitar kita dan tidak beracun antara lain :

a. Sayuran dan bumbu .

Seledri ( apium graveolen), kangkung ( ipomoea aquatica ), koro ( dolichos lablab ) , labu siam ( sechium edule ), labu putih ( legenaria sicerata ) , oyong ( luffa acutangula ), terong ( solanum actangula ), leunca ( solanum nigrum ), jeruk nipis ( citrus aurantium ), wortel ( daucus corota ), bawang putih ( allium sativum ), kedelai ( glycine max ), kacang hijau ( phaceolus aureus ), pisang biji ( musa para disiaka ), labu merah ( cucurbita moschata ) , jagung ( Zeamays ), ketumbar ( coriandrum sativum ), wijen ( sesamum indicum ) dll.

b. Tanaman obat .

Kunyit ( curcuma domestica ), kunyit putih ( curcuma zedoaria ), temu mangga ( curcuma mangga ) , lengkuas ( alpinia galanga ), temu giring ( curcuma heyneana ), cabe jawa (piper retrofactum ), meniran ( phylanthus niruri ) , adas ( foeniculum vulgarae ), brotowali ( tinospora crispa ), lempuyang wangi ( zingiber aromaticum ), masoyi (masoia aromatic ), babakan pule ( alstonia scholaris ), kuci pepet ( kaemferia angustifolia ), asam jawa ( tamarindus indica ) , sambiloto ( andrographis paniculata ), kencur (kaemferia galanga ) , secang ( caesalpenia sappan ), kayu manis ( cinnamomum burmanii ), daun ungu ( graptophyllum pictum ), jambu biji ( psidium guayava ),benalu (scurrula atropurpuria ), som jawa ( tallinum paniculatum), jati belanda ( guazoma ulmifolia ), pace ( morinda citrifolia), sirih ( piper bettle ) dll.

Sediaan jamu miliherba yang telah tersedia.

1. Pasegar / Viagra Madura.
  • Khasiat : Kuat segar pria , nyeri sendi .
  • Kandungan : Zingiber of , Piper Kaemferia, dll



2. Masegar / Sari rapat Madura.
  • Khasiat : Kuat segar wanita, sari rapet, keputihan, dll.
  • Kandungan : Curcuma sp, parameria, piper , dll.



3. Pamasegar .
  • Khasiat : Kolesterol, hipertensi , diuretic trigliserida,daya tahan tubuh.
  • Kandungan : Apium, Zea mays, Allium dll.



4. Zingu batuk .
  • Khasiat : Asma , batuk sinusitis, radang tenggorokan, amandel.
  • Kandungan : Euphorbia, Zingiber of , Syzgium Kaemferia , dll.



5. Turium Kanker / Tumor.
  • Khasiat : Mencegah kanker/ tumor, keputihan parah, daya tahan tubuh
  • Kandungan : Curcuma sp, Vinca brucea, Solanum p. dll.



6. Mengkudu /Pace Noni .
  • Khasiat : Diabetes hepatitis, hipertensi, reumatik singset daya tahan tubuh.
  • Kandungan : Morinda citrifolia, dll.



7. Avisingset.
  • Khasiat : Langsing, lancar buang air kecil dan besar.
  • Kandungan : Curcuma H, Mangifera, Apium, dll.



8. Vina diabet
  • Khasiat : Kencing manis kolesterol, trigliserida, nyeri sendi-otot.
  • Kandungan : Glycin, Vinca, cucibitae, dll.



9. Curium hepar .
  • Khasiat : Hepatitis, Sirosis, batu empedu.
  • Kandungan : Curcuma sp, alstonia, phylantus dll.



10. Pentabatugin.
  • Khasiat : Fungsi ginjal, ginjal bocor, batu ginjal, diuretic
  • Kandungan : Sonchus, Strobilantus, anona dll.



11. Perumgesik.
  • Khasiat : Nyeri, keropos tulang, asam urat, reumatik
  • Kandungan : Carium syzgium, Zingiber , dll.



12. Antidot narkotika.
  • Khasiat : Antidot, perokok, alcohol, sakau , meningkatkan daya tahan tubuh.
  • Kandungan : Zea mays, durio anona, dll.



13. Paska lahir .
  • Khasiat : ASI, sari rapat, bau badan, vitamin, pembersih darah.
  • Kandungan : Curcuma r, alpina, rheum p, dll.



14. Cariumtonik.
  • Khasiat : Nafsu makan, kembung, vitamin.
  • Kandungan : Curcuma sp, Andro graphis, dll.



15. Penta subur .
  • Khasiat : Penyubur, kandungan sehat, menopause.
  • Kandungan : Glycerrizae, Curcuma sp, Zea mays , dll.



16. Ngukurwasir.
  • Khasiat : Ambeien, sembelit, sariawan, maag, varices, dll.
  • Kandungan : Graptophyllum, Cassia F , Acalypha, dll.



17. Ngukurmaag .
  • Khasiat : Maag, kembung, kolik, saraiwan.
  • Kandungan : Curcuma sp, Pachyresus Soya, dll.



18. Psingudiar.
  • Khasiat : Diare, diare tak spesifik, kembung.
  • Kandungan : Psidium Curcuma, Phaseolus , dll.



19. Skuaprostata.
  • Khasiat : Prostat, diuretic, air seni mampet, kanker kandung kemih/ prostat, dll.
  • Kandungan : Annona, Imperata, Reum, Luffa, dll.



20. Tonik otak.
  • Khasiat : Kecerdasan , Autis, pikun, debil, kejiwaan.
  • Kandungan : Clitoria, Eclipta, Centella, dll.



21. Tonik jantung.
  • Khasiat : Tonik jantung, kolesterol, hipertensi .
  • Kandungan : Cinnamomi, Coriandri, Sechium , dll.



22. Kunyit putih.
  • Khasiat : Mencegah kanker, tiroid, maag, kembung , daya tahan tubuh.
  • Kandungan : Curcuma sp, dll.



23. Anti alergi.
  • Khasiat : Allergi kulit, exceem, psoriasis, jerawat.
  • Kandungan : Centella, Artocarpus, Tinospora, dll.



24. Antiinfeksi.
  • Khasiat : Tifus, pilek, campak, gondongan.
  • Kandungan : Solanum legenaria, Andrographis, dll.



25. Tambah darah .
  • Khasiat : Thalassemia, anemia, kelainan darah, darah kental, demam berdarah.
  • Kandungan : Gynura, Hemigraphis, Amaranthus, dll.



26. Leukemia / HIV.
  • Khasiat : Leukemia, HIV, lupus.
  • Kandungan : Allium, Zea mays, Vinca , dll.



27. Tonik mata.
  • Khasiat : Tonik mata + / _ , silinder, glaucoma, katarak.
  • Kandungan : Abrus, Daukus, Ocimum, dll.



28. Skolaria.
  • Khasiat : Malaria, anti infeksi, kram perut, lever.
  • Kandungan : A Scholaria, A Paniculata,, dll.



29. Centelosis.
  • Khasiat : TBC, batuk, flu, lepra, anti infeksi.
  • Kandungan : Centella a., Andrographis, Abrus p, dll.



30. Kokomitrizin Mn.
  • Khasiat : Antioksidan, antinyeri.
  • Kandungan : Ol.cocos, Ol. Myristizin, Ol. Sesami, dll.



31. Kokomitrizin .
  • Khasiat : Anti nyeri, reumatik, jerawat, luka , stroke.
  • Kandungan : Ol.cocos, Ol.myristizin, Ol. Sesami, dll.

Prospek Tumbuhan Indonesia dalam Kesehatan dan Permasalahannya

Usia penggunaan bahan alam (tumbuhan, hewan dan mineral) oleh manusia sebagai obat, diperkirakan sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri, dari catatan sejarah dapat dibaca bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan tumbuhan dan juga terapi menggunaan bahan alam lain telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi.

Sejarah awal kenapa suatu tumbuhan digunakan sebagai obat adalah sulit untuk ditelusuri, tapi meskipun demikian ada pendapat bahwa suatu tumbuhan digunakan sebagai obat didasarkan pada tanda-tanda fisik (bentuk, warna, rasa) yang ada pada tumbuhan atau bagian tumbuhan tersebut, dan tanda-tanda tersebut diyakini berkaitan dengan tanda-tanda penyakit atau tanda-tanda penyebab penyakit yang akan diobatinya, misalnya organ tumbuhan berbentuk seperti tahi cacing (buah Chenopodium), maka tumbuhan itu digunakan sebagai obat cacing, akar Raulwolfia bentuknya seperti ular, maka secara tradisional digunakan sebagai obat digigit ular, rebung bambu kuning dipakai sebagai obat penyakit kuning, dan tumbuhan yang rasanya pahit dianggap bisa menetralkan kencing manis. Pengetahuan penggunaan tumbuhan tersebut sebagai obat disampaikan dari orang ke orang, kemudian dari keluarga ke keluarga, suku ke suku, generasi ke generasi dan akhirnya sampai era kita sekarang ini.

Bukti masa lalu yang berkaitan dengan adanya penggunaan bahan alam (terutama tumbuhan) sebagai obat terekam dalam berbagai dokumen seperti Huang Ti Nei Ching Su Wen (The Yellow Emperor's Medicine), Papyrus Smith, Papyrus Ebers, Ayurveda, yang ditulis pada masa jauh sebelum masehi, sementara itu di negeri kita sendiri, bukti adanya penggunaan bahan alam terutama tumbuhan sebagai obat pada masa lalu antara lain dapat ditemukan dalam naskah lama pada daun lontar "Husodo" (Jawa), "Usada" (Bali), "Lontarak pabbura" (Sulawesi Selatan), dan dokumen lain seperti Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem, dan juga pada dinding candi Borobudur dapat dilihat adanya relief tumbuhan yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya. Atau dari segi tokoh fitoterapi masa lalu kita kenal Hippocrates (459-370 SM), Dioscorides (40-80), Claudius Galeinus atau Galen (131-200 M), Ibnu Sina atau Avecena (980-1063 M).

ASAL OBAT-OBATAN

Dari daftar obat esensial yang dilaporkan WHO, dapat dilihat bahwa obat yang diperoleh secara sintetik mencapai 48,9%, berasal dari berbagai bagian tumbuhan 11,1%, hasil sintesis parsial 9,5%, asal mineral 9,1%, asal hewan 8,7%, asal jasad renik 6,4%, berupa vaksin 4,3%, dan berupa serum 2%.

PERMASALAHAN OBAT SINTETIK

Adalah suatu kenyataan, bahwa zat berkhasiat yang digunakan di Indonesia dalam pengobatan formal umumnya merupakan senyawa sintetik, dan umumnya bahan tersebut masih diimport, dan adalah suatu kenyataan juga bahwa di Indonesia ada ("pernah ada") industri zat berkhasiat secara sintesis (misalnya parasetamol), tapi perkembangannya kurang menggembirakan karena tersaingi oleh produksi negara lain yang harganya lebih murah dan juga karena bahan bakunya masih import.

Pada umumnya hambatan dalam pengembangan produksi bahan baku (zat berkhasiat) secara sintesis antara lain adalah (a) belum berkembangnya industri hulu, terutama industri kimia dasar yang menunjang industri zat berkhasiat, (b) produksi skala ekonomis sulit dicapai karena kebutuhan pasar dalam negeri relatif kecil, (c) pasar internasional zat berkhasiat termasuk bahan pemulanya dikendalikan oleh beberapa perusahaan multinasional, (d) biaya investasi relatif besar, karena pembuatan zat berkhasiat umumnya merupakan proses yang panjang.

POTENSI PASAR PRODUK TUMBUHAN

Pada saat ini produk hayati terutama tumbuhan obat telah digunalan oleh berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang atupun negara maju, dan WHO memperkirakan bahwa 80 % penduduk negara berkembang masih mengadalkan pemeliharaan kesehatan pada pengobatan tradisional, dan 85 % pengobatan tradisional dalam prakteknya menggunakan atau melibatkan tumbuh-tumbuhan, dan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap tumbuhan obat, WHO telah menerbitkan buku antara lain WHO Guidelines for the assessment of the herbal medicine, Quality control methods for medicinal plant material, WHO monographs on selected medicinal plants, dan pada buku yang ketiga memuat monografi tumbuhan obat yang setiap monografinya terdiri dari dua bagian yaitu (1) spesifikasi berkaitan dengan jaminan kualitas seperti ciri botani, distribusi, test identitas, kemurnian, penetapan kadar dan senyawa aktif atau kandungan utama (2) resume penggunaan klinik, farmakologi, kontraindikasi, peringatan, efek yang tidak diinginkan, dan dosis. Penerbitan ini bertujuan dapat dijadikan pedoman dalam penggunaan tumbuhan obat yang aman, bermanfaat dan berkualitas.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa dibanyak negara maju khususnya negara barat sejak tahun 1970an menunjukkan indikasi adanya kecenderungan peningkatan penggunaan tumbuhan sebagai obat dan kecenderungan ini dikenal sebagai Gelombang Hijau Baru (New Green Wave) atau Trend Gaya Hidup Kembali ke Alam. Parameter yang menunjukkan tentang adanya hal tersebut adalah munculnya banyak toko "makanan kesehatan" di banyak negara barat yang menjual apa yang disebut Herbal Tea.

Di Amerika Serikat, jumlah pengguna tumbuhan dan produk tumbuhan obat untuk dua sampai tiga dekade terakhir telah menjadi suatu fenomena yang luar biasa, yaitu telah menjadi suatu segmen pasar yang tumbuh sangat cepat. Hasil survey dilaporkan bahwa pada tahun 1994 pasar ini mencapai omset US $ 1,6 Milyard, kemudian tahun 1996, dilaporkan sekitar 30 % orang Amerika Serikat dewasa (sekitar 60 juta orang) menggunakan produk tumbuhan obat, dengan uang yang dikeluarkan diperkirakan mencapai US $ 3,24 Milyard, dan perdagangan tahun berikutnya (1997) dilaporkan mencapai US $ 5,1 Milyard, sementara itu, dan laporan awal tahun 2000an menginformasikan bahwa perdagangan tumbuhan obat dan obat alternatif lainnya untuk tahun 2001 mencapai US $ 40 Milyard. Adanya pertumbuhan yang tinggi dalam perdagangan produk tumbuhan dan potensinya untuk menghasilkan keuntungan yang besar dalam perdagangan tersebut, serta adanya perubahan sosial masyarakat amerika yang berupa pandangan positif terhadap produk obat alami telah menarik industri perbankkan untuk membantu investasi finansial dalam bisnis sektor ini. Dari segi kebijakan hal inipun telah mendorong usaha pengaturan yang harus dilakukan untuk evaluasi kualitas, keamanan, manfaat terapi dan pedoman klinik dari produk tumbuhan sehingga pemakaiannya dapat dipertanggung jawabkan.

Di USA obat dari tumbuhan ini disebut herbal drug, herbal medicine, phytomedicine atau herb/herbal. Dari segi pengaturannya dapat digolongkan pertama kedalam suplemen makanan (food supplement) atau suplemen diet (dietary supplement) yang diatur dengan Dietary Supplement Health and Education Act (DSHEA) tahun 1994, atau kedua dapat dimasukan kedalam golongan obat yang diatur dengan Federal Food, Drug and Cosmetic Act.. Jika dimasukan dalam status sebagai suplemen makanan atau diet, maka produk tidak boleh diclaim sebagai obat atau menggunakan pernyataan "terapeutik" beserta implikasinya, seperti sebagai bahan untuk diagnosis, penyembuhan atau pencegahan penyakit.

Produk tumbuhan untuk masuk dalam status obat di Amerika Serikat relatif sulit, pada dasarnya FDA menghendaki perlakuannya sama dengan untuk obat baru, padahal jika disamakan dengan obat baru, maka untuk setiap obat perlu waktu banyak (rata-rata 10-15 tahun) untuk penelitiannya dengan biaya sekitar US $ 500 juta untuk setiap obat. Terhadap kebijakan FDA ini, pernah ada suatu petisi dari industri produk tumbuhan yang tergabung dalam European-American Phytomedicine Coalition (EAPC) yang menyarankan agar FDA menetapkan status produk tumbuhan menjadi obat OTC dengan hanya mengkaji apa yang telah ditetapkan di Eropa.

Produk tumbuhan obat di Eropa dikenal dengan beberapa nama antara lain disebut Phytomedicine, Plantmedicine, Phytopharmaca, Phytopharmaceutica, Vegetable Drug, Natural Remedies, Herbal Tea, Alternative Form of Treatment, Complementary Drug, dan nama resmi di Uni Eropa sejak November 1997 adalah Herbal Medicinal Product.

Ada laporan bahwa masyarakat Eropa pada tahun 1986 membelanjakan uangnya untuk membeli produk tumbuhan obat dan suplemen makanan mencapai US $ 560 juta, dan 10 tahun kemudian (1996), dilaporkan bahwa penjualan tumbuhan obat di Uni Eropa mencapai US $ 7 Milyard, dengan penjualan paling tinggi di Jerman (US $ 3,5 Milyard), kemudian Perancis (US $ 1,8 Milyard), Italia (US $ 0,7 Milyard), UK (US $ 0,4 Milyard), Spanyol (US $ 0,3 Milyard), Belanda (US $ 0,1 Milyard), dan negara Uni Eropa lain (US $ 0,13 Milyard).

Pada tahun 1978, Menteri kesehatan Jerman membentuk apa yang disebut dengan "Commission E" suatu panel beranggotakan para pakar untuk mengevaluasi keamanan dan manfaat tumbuhan yang tersedia di apotek untuk penggunaan umum. Komisi mengkaji lebih dari 300 tumbuhan obat, dan hasil kajiannya dipublikasikan sejak 1983 oleh German Federal Health Agency (Federal Institute for Drugs and Medical Devices) dalam The German Federal Gazette yang sampai 1995 meliputi 380 monograf (254 disetujui, 126 ditolak) ditambah 81 harus direvisi. Monografi ini berisi panduan untuk masyarakat umum, praktisi kesehatan dan perusahaan yang membutuhkan untuk registrasi tumbuhan obat. Monografi ini antara lain berisi data terafi seperti penggunaan, kontraindikasi, efek samping, dan interaksi obat. Sebagai catatan sejak 1993, diinformasikan bahwa semua mahasiswa kedokteran di Jerman harus lulus ujian dalam fitoterapi sebagai prakondisi untuk praktek dokternya.

Suatu hal yang perlu dicatat dalam kaitannya dengan produk tumbuhan obat di Eropa, pada tahun 1986 dibentuk lembaga dengan nama ESCOP (European Scientific Cooperative on Phytotheraphy) yang sejak 1997 telah menerbitkan monografi tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai standar tumbuhan untuk digunakan dalam kedokteran dan farmasi di negara anggotanya dan monografi ini dijadikan juga sebagai standard import tumbuhan obat atau tumbuhan aromatik dari negara lain. Organisasi masyarakat ilmiah seperti ESCOP ini (juga yang di Amerika Serikat seperti American Botanical Council, Herb Research Foundation, American Herbal Product Association, American Herbalists Guild, ataupun lembaga pemerintah Office of Dietary Supplement) bertujuan untuk memberi informasi yang seimbang tentang manfaat dan mudarat produk obat alami kepada masyarakat, meningkatkan status ilmiah produk obat alami, dan mengharmonisasikan status pengaturannya pada negara-negara anggotanya.

Di Indonesia sendiri, potensi pasar produk tumbuhan obat, antara lain dapat dilihat dari jumlah perusahaan pembuat obat tradisional (OT) (yang kita tahu bahwa bahan baku OT utamanya adalah tumbuh-tumbuhan). Jumlah perusahaan ini dari tahun ketahun terus bertambah, data untuk IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) sampai dengan 1990 yang mendapat ijin ada 259 buah, sampai tahun 1997 (masa awal krisis ekonomi) ada 458 buah, dan tahun 2000 (853 buah), 2003 (905 buah) dan akhir 2005 ada 1037 buah.

Sementara itu untuk IOT (Industri Obat Tradisional) sampai tahun 1996 (61 buah), tahun 1998 (79 buah), tahun 2000 (87 buah), 2003 (97 buah) dan akhir 2005 ada 129 buah. Jadi total IKOT dan IOT pada akhir 2005 ada 1166 buah. Disamping itu penyebaran industri OT ini tidak hanya berada atau terpusat di Pulau Jawa saja tapi sudah menyebar keseluruh propinsi. Hal yang lebih menarik lagi adalah suatu kenyataan bahwa industri farmasi yang selama ini memproduksi obat-obat dari senyawa sintesis yang digunakan dalam kedokteran formal, pada saat ini (terutama setelah krisis ekonomi 1998) ada kecenderungan mereka memproduksi juga produk-produk tumbuhan obat dan bahkan beberapa produknya sudah dipasarkan.

POTENSI HAYATI ALAM INDONESIA

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki luas hutan terbesar didunia, walaupun bukan urutan pertama dari ukuran luas, namun hutan Indonesia memiliki kelebihan yaitu selain cahaya matahari yang tersedia sepanjang tahun disertai curah hujan yang relatif tinggi, hutan Indonesia berada pada variasi geografi, topografi dan sejarah geologis yang dinamis sehingga membentuk berbagai macam formasi hutan, mulai dari hutan pantai, hutan mangrove/payau, hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan hujan dataran rendah,hutan hujan pegunungan bawah, hutan hujan pegunungan atas, hutan musim bawah, hutan musim tengah dan atas, hutan kerangas, hutan savana, hutan pada tanah kapur, hutan pada batuan ultra basa, hutan riparian atau tepi sungai, yang pada akhirnya menghasilkan tingkat keanekaragaman hayati tumbuhan yang tinggi, dan dunia mengakui bahwa hutan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan paling besar didunia. Ada laporan bahwa hutan tropik Indonesia memiliki lebih dari 30.000 jenis tumbuhan berbunga, dan ini merupakan suatu potensi yang luar biasa khususnya dilihat dari kaca mata kesehatan, sebagai sumber bahan obat-obatan. Sementara itu menurut Heyne, dari 171 suku tumbuhan tinggi yang mencangkup 2799 jenis tumbuhan berguna dilaporkan sebanyak 1306 jenis dari 153 suku dinyatakan sebagai tumbuhan obat, data ini diluar tumbuhan rendah, sementara itu PT Essai Indonesia melaporkan adanya 3689 jenis tumbuhan obat. Belum banyak diinformasikan adalah kekayaan hayati mikroorganisme dari tanah dan hutan Indonesia, dan inipun diyakini meliputi berbagai macam jenis mikroba.

Dari sisi lain, sekitar 62% (= 3,1 x 106 km2 ) dari seluruh wilayah negara Indonesia tercinta ini merupakan lautan, yang terdiri dari, 10% lautan teritorial (jalur 12 mil), dan 90% adalah perairan pedalaman atau kepulauan. Berbeda dengan bahan hayati yang berasal dari daratan yang relatif telah banyak dikenal dan digunakan khususnya dalam kesehatan, untuk bahan hayati asal bahari boleh dikatakan masih relative sedikit yang diketahui, padahal dilaporkan bahwa lautan memiliki lebih dari 30.000 jenis ganggang, demikian juga dengan binatang bahari seperti kelompok Echinodermata dilaporkan banyak sekali jenisnya. (Di Indonesia yang sudah tercatat untuk ganggang sampai awal tahun 1990 ada sekitar 800 jenis). Laporan penelitian aktivitas biologi bahan hayati bahari (termasuk tumbuhan laut dan binatang laut seperti Echinodermata) menunjukkan juga aktivitas-aktivitas biologi sebagaimana diberikan oleh tumbuhan yang hidup didarat.

Keanekaragaman hayati (khususnya keanearagaman tumbuhan) tentunya memberikan juga keanekaragaman struktur kimia yang terkandung didalam tumbuhan tersebut, dan ini dapat memberikan konsekwensi logis pada keanekaragaman aktivitas biologinya, termasuk aktivitas farmakologi.

PERMASALAHAN

Jika melihat uraian potensi pasar dan potensi hayati alam Indonesia tadi, maka tidak salah kalau dikatakan bahwa Indonesia memiliki prospek hayati (tumbuhan) yang besar khususnya untuk bidang kesehatan, tapi perlu diingat bahwa sumber daya alam yang melimpah tidak akan langgeng jika tidak dilola dengan baik. Adalah suatu kenyataan bahwa bahan baku yang digunakan sebagai tumbuhan obat di Indonesia sampai saat ini sebagian besar diperoleh dari tumbuhan liar, bukan tumbuhan hasil budidaya, dan pemanenan langsung tumbuhan liar yang melampaui batas kemampuan regenerasinya di alam nampaknya merupakan suatu faktor penting yang mengancam kelestarian tumbuhan obat. Dan perlu dicatat bahwa panen yang berlebihan ini pada dasarnya tidak terlepas dari permintaan pasar yang tinggi. Beberapa jenis tumbuhan yang telah dikatagorikan langka karena pemanenan berlebihan antara lain Pimpinella pruatjan Molkenb. (purwoceng), Alyxia reindwadtii Bl. (pulasari), Strychnos ligustrina R.Br. (bidara laut), Alstonia scholaris R.Br. (pule, lame), Rauwalfia serpentina Benth. (pule pandak). Sebetulnya kelangkaan tersebut tidak hanya disebabkan oleh panen yang berlebihan tapi juga disebabkan faktor lain seperti perambahan hutan, perladangan berpindah, dan konversi lahan yang akibatnya hal ini dapat merusak habitat, atau juga karena eksploitasi hasil hutan kayu, yang kebetulan jenis kayu tersebut masuk tumbuhan obat.

Tumbuhan dalam dunia kesehatan khususnya dalam farmasi, pada dasarnya bisa digunakan sebagai (1) sumber simplisia atau ekstrak yang dapat langsung digunakan untuk bermacam tujuan (2) sumber senyawa aktif atau model senyawa untuk sintesis, (3) diambil senyawanya sebagai prazat untuk membuat senyawa semisintesis dan (4) kandungan senyawa kimianya digunakan sebagai bahan pembantu. Prioritas mana yang akan dipilih harus benar-benar dipertimbangkan dengan matang dan tidak tertutup kemungkinan untuk keempatnya kita lakukan.

Simplisia dan atau ekstrak, potensi pasarnya seperti duraikan diatas sangat besar dan juga dari segi biaya relatif kecil, begitupun teknologi yang dibutuhkan tidak terlalu sulit, namun ada hal yang penting disini adalah standardisasi dari mulai bahan baku (tumbuhan), proses, sampai dengan produknya, dan untuk mencapai itu mau tidak mau penggunaan tumbuhan hasil budidaya yang sesuai GAP sudah merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar lagi.

Untuk aktivitas farmakologi apa yang dipilih atau sebagai obat apa yang akan diproduksi, inipun harus dipertimbangkan dengan baik, harus mempertimbangkan keadaan pasar artinya kalau dipasar sudah ada obatnya yang banyak dan murah untuk penyakit tertentu, maka jangan memproduksi produk untuk penyakit tersebut kecuali kalau memang potensinya mengungguli produk yang ada, dan tentunya juga mempertimbang pola penyakit yang ada adalah sangat bijak.

Jika untuk digunakan sebagai sumber senyawa aktif, model struktur, ataupun sebagai prazat tentunya biayanya akan relatif lebih besar, namun walaupun mahal hal ini harus juga ada yang melakukan, terutama dalam rangka pengembangan SDM yang kita miliki dan sekaligus pengembangan keilmuan.

Prioritas mana yang dipilih hendaknya bisa dilakukan dan jangan sampai setiap ganti pengambilan keputusan, kebijakan juga berubah, sebagaimana hal ini sering terjadi.

Daftar Pustaka.

  1. Blumenthal M., Ed., et al., The Complete German Commission E Monographs, Therapeutic Guide To Herbal Medicines, American Botanical Council, Austin, 1998
  2. De Smet P.A.G.M., Ed., et al., Adverse Effects of Herbal Drugs 1, Springer-Verlag, Berlin, 1992.
  3. Time, June 10, 2002
  4. EU Strategic Marketing Guide 2000, Natural Ingredients For Pharmaceutical, Volume 1, CBI, June 2000
  5. Zuhud E.A.M, dkk., Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber Keanekaragaman Plasma Nuftah Tumbuhan Obat, Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropik Indonesia, IPB-LATIN, Bogor, 1994.
  6. Nontji A., Laut Nusantara, Djambatan, Jakarta, 1993.

Kamis, 19 Februari 2009

"Kontroversi Puyer bagi Masyarakat"

Kontroversi penggunaan puyer timbul karena kekhawatiran bahwa puyer tidak steril, berisiko dosis tidak tepat, reaksi campuran bermacam-macam obat, tidak sesuai dengan RUD (rational use of drugs) dan tidak sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB). Sebenarnya, bila dicermati, kekhawatiran tersebut adalah masalah human error, dan kekhawatiran itu bisa terjadi pada obat sediaan yang lain, seperti sirup dan kaplet.

Substansi dasar kontroversi yang terjadi selama ini sebenarnya adalah dua hal yang berbeda, tetapi saling dicampuradukkan permasalahannya. Substansi dasar pertama adalah masalah keilmiahan, yaitu tentang manfaat dan bahaya puyer. Sedangkan substansi lainnya adalah masalah nonilmiah atau penyimpangan etika dan keprofesian.

Kecurigaan penyimpangan tersebut berupa penggunaan obat yang tidak rasional, seperti pemberian obat yang berlebihan, pemberian antibiotik berlebihan yang dilakukan sebagian dokter. Juga kecurigaan adanya penyimpangan dalam persiapan dan prosedur pembuatan puyer yang dilanggar oleh apoteker.

Masalah kontroversi manfaat dan bahaya puyer adalah masalah substansi ilmiah yang harus diselesaikan secara ilmiah. Di bidang kedokteran, terjadinya kontroversi di bidang ilmiah adalah suatu hal yang biasa. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secara perlahan akan menyingkirkan pengetahuan dan teknologi sebelumnya.

Akan tetapi, kemajuan teknologi dan pengetahuan tersebut selalu diawali dengan perdebatan dan kontroversi di antara klinisi. Pada umumnya, semua teknologi dan pengetahuan baru di bidang medis yang teruji secara klinis akan banyak dipakai oleh pelayanan kedokteran modern. Namun, tidak semua kemajuan teknologi dan pengetahuan baru selalu yang lebih baik.

Sebaliknya, tidak semua pengetahuan dan teknologi yang lama selalu lebih buruk. Misalnya, penemuan deteksi penyebab alergi makanan yang memakai alat yang canggih, seperti IgE4 dan bioresonansi, ternyata tidak diakui secara medis, tetapi harus kembali ke ilmu dasar, yaitu diagnosis klinis atau DBPCFC.

Dalam ilmu kedokteran, perdebatan ilmiah tersebut selalu diawali dengan kajian dan pertemuan ilmiah yang dilakukan berbagai disiplin ilmu terkait. Yang menjadi penentu kontroversi yang diterima adalah fakta ilmiah dan penelitian ilmiah, atau yang sering disebut sebagai evidence base medicine (kejadian ilmiah berbasis bukti atau penelitian).

Dengan begitu, setelah kajian ilmiah menemukan kata sepakat, institusi profesi terkait akan mengeluarkan rekomendasi untuk dijadikan sebagai pedoman penanganan praktik kedokteran dan pegangan aspek legal medisnya. Bila telah diselesaikan secara ilmiah dan diikuti adanya regulasi profesi, kontroversi itu akan disosialisasikan kepada masyarakat.

Sedangkan masalah kontroversi nonilmiah atau penyimpangan etika dan keprofesian tidak harus diselesaikan secara intern dokter saja. Kecurigaan perilaku penyimpangan etika dan profesi dari sebagian dokter dan apoteker dalam pemberian advis obat dan persiapan obat adalah hak masyarakat untuk mengetahui dan diperdebatkan secara luas. Masyarakat juga berhak mengetahui permasalahan sesungguhnya. Sebab, masyarakat menjadi objek utama bila terjadi permasalahan pelayanan kesehatan.

Permasalahan

Perdebatan tentang kontroversi penggunaan puyer yang sekarang terjadi sudah campur aduk. Bahasan ilmiah tentang bahaya dan manfaat puyer yang diselesaikan secara ilmiah telanjur menjadi perdebatan publik. Kontroversi ilmiah tidak sesederhana seperti perdebatan nonilmiah. Perdebatan ilmiah harus disertai dengan fakta ilmiah berdasar evidence base medicine. Untuk menentukan bahaya puyer, harus ada fakta dan penelitian ilmiah, baru bisa dinyatakan apakah tindakan medis itu bisa digunakan atau tidak.

Tahap penyelesaian konflik ilmiah inilah yang sekarang tidak terjadi. Tanpa data dan bukti ilmiah, kontroversi itu telanjur diungkapkan sebagian dokter kepada masyarakat secara sistematis dan terus-menerus.

Bahkan, ada upaya untuk menggalang perdebatan tersebut yang melibatkan masyarakat nonilmiah, baik melalui seminar maupun media elektronik. Bila kontroversi ilmiah itu menjadi santapan publik, persepsi yang terjadi dalam masyarakat sangat bias dan melenceng dari substansi dasarnya. Sebab, persepsi masyarakat sering tidak didasari pemikiran dan fakta ilmiah, karena memang bukan kompetensinya.

Jadi, seharusnya, dokter yang mempunyai opini bahwa puyer berbahaya sebelumnya melakukan kajian dan temu ilmiah yang melibatkan ahli terkait dalam temu ilmiah formal melalui organisasi profesi atau institusi yang ada.

Dampak bagi Masyarakat

Bila kontroversi ilmiah telanjur dibuka di publik, permasalahan akan timbul makin panjang dan melebar. Dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang beragam, sering kontroversi tersebut menjadi debat kusir dan melenceng dari substansinya.

Jadi, masalah utama seharusnya adalah human error, tetapi kesalahan itu ditimpakan ke puyer. Contohnya, masyarakat memvonis puyer sebagai biang keladi pemakaian obat yang berlebihan dan tidak sesuai dengan indikasi. Padahal, perilaku itu juga terjadi pada pemberian obat sirup dan orang dewasa.

Selama ini, orang tua hanya mengkhawatirkan puyer bagi anaknya, namun tidak menyadari bahwa selama ini mereka kadang juga menjadi korban pelanggaran etika tersebut. Sering mereka menolak pemberian resep puyer antibiotik dan obat berlebihan untuk anaknya. Tetapi, saat sakit dan berobat ke dokter, orang tua sering minta diberi obat antibiotik, batuk, dan vitamin berbotol-botol hanya karena infeksi tenggorokan dan batuk pilek biasa.

Bagaimana Menyikapinya?

Selama fakta ilmiah yang menunjukkan bahaya puyer belum ada, dokter dan masyarakat tidak perlu khawatir dengan penggunaan puyer. Bahkan, ilmu meracik puyer adalah kegiatan ilmiah yang wajib diikuti mahasiswa kedokteran dan farmasi dalam pendidikannya.

Sementara itu, secara informal telah dinyatakan hal senada oleh ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan ketua IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), puyer tidak berbahaya dan tidak menunjukkan akibat buruk. Selama mengikuti prosedur penggunaan obat yang rasional dan menggunakan kaidah ilmu kedokteran dengan baik, penggunaan puyer bukan suatu masalah.

Oleh karena itu, institusi terkait, seperti Depkes, IDI, dan IDAI, harus segera mengeluarkan rekomendasi resmi tentang keamanan puyer. (jwpos)

http://pusat.golkar.or.id/contents/isu/?p=164

Senin, 02 Februari 2009

Tujuan Hidup Manusia

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizqi sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rizqi yang mempunyai Kekuatan lagi sangat kokoh." (QS. Adz Dzariyat: 56-58)
Yang dimaksud dengan "menyembah Allah" dalam arti yang luas, yaitu melaksanakan semua yang diperintahkan dan disukai-Nya, serta menjauhi laranganya. Inilah yang disebut menghamba atau mengabdi (istilah islamnya: beribadah).
Seorang budak yang mengabdi kepada tuanya harus melaksanakan perintahnya oleh tuanya, dan meningalkan apa yang dilarangnya.
Untuk ini, si hamba harus rela meningalkan kemalasan dan kebiasaan-kebiasaan lamanya, yang tidak disukai majikanya.
Sesungguhnya tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah, Tuhan Penguasa Alam. Pernyataan dalam ayat di atas, bahwa manusia diciptakan untuk beribadah langsung disambung dengan ayat berikutnya yang merupakan ungkapan penolakan terhadap rizqi dari manusia. Melalui kedua ayat tersebut, seakan-akan dikatakan :"yang aku perintahkan adalah beribadah, bukan mencari rizqi." Dalam surat Thaha ayat 132 dikatakan: "Kami tidak meminta rizqi kepadamu, kamilah yang memberi rizqi kepadamu." Jika direnungkan, ayat 57 Surat Adz-Dzariat tersebut merupakan ungkapan yang tepat, sebagai sindiran umumnya manusia.
Adapun hal-hal seperti rizqi, ajal, miskin, kaya, sakiy, sehat, naik turunya kedudukan, termasuk jodoh dan sebagainya, adalah segala sesuatu yang sudah menjandi tanggungan Allah. Mencari yang demikian tidak diperintahkan, tetapi harus diyakini bahwa Allah akan memberikannya kepada orang yang dikehendaki bukan orang yang kita kehendaki.
Betul yang dikatakan bahwa bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri termasuk dalam kategori ibadah. Ciri-ciri pekerjaan yang disebut ibadah antara lain :
1. Jika dikerjakan akan menyebabkan bertambah dekatnya orang kepada Allah. Tandanya tenangnya hati karena telah melaksanakan sesuatu yang disukai oleh Allah. Adapun hasilnya dipasrahkan oleh Allah, dan dia bertawakal hanya kepada-Nya. Jika berhasil dia bersyukur, Jika tidak berhasil dia besabar, intropeksi diri tidak mennyalahkan orang lain.
2. Pekerjaan tersebut secara langsung tidak menyebabkan dosa, baik dalam niat/tujuan, keyakinan/aqidah, ucapan maupun dalam berinteraksi dengan sesama mahluk.
3. pekerjaan tersebut menumbuhkan motifasi untuk melaksanakan amal yang lain, sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
4. Pekerjaan tersebut tidak mengurangi tidak mengurangi/melalaikanya dari kewajiban lain yang lebih penting, seperti firman Allah : "Hai orang-orang yang beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS. Al Munafiqun: 9)
Jika seseorang bekerja keras tak kenal waktu dalam mencari rizqi(harta benda) sehingga melalaikan dari mengerjakan perintah Allah, apakah dapat dinamakan ibadah? Bukankah yang demikian hanya akan hanya akan menambah jauh dirinya dengan Allah? Inilah yang disebut mencari sesuatu yang sudah dijamin dengan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan untuk dicari. Itulah sebabnya, ayat 56 surat Adz-Dzariyat tersebut dilanjutkan dengan sendirian terhadap orang-orang yang bekerja keras mencari rizqi, sehingga menyebabkan lalai dalam melaksanakan kewajiban agama.
Orang-orang yang lalai, jika tidak segera sadar, akan semakin terperosok ke dalam jurang kelalaian. Secara perlahan tapi pasti tanpa terasa imanya akan semakin berkurang. Ketika sudah mencapai kondisi yang membahayakan ditengah-tengah gelimangnya materi dan kemewahan dunia, barulah ia sadar, "mengapa begini? apa yang terjadi? kemana keimananku yang dulu?"
Allah berfirman: "Barangsiapa yang menghedaki kehidupan dunia dan perhiasanya, niscaya kami akan kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka didunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka telah usahakan di dunia sia-sialah apa yang mereka tekah kerjakan." (QS. Hud: 15-16)
Mereka bersenang-senang dalam kehidupan dunia karena terpengaruh oleh perhiasan-perhiasan duniawi yang melenakan dan menyilaukan mata. seperti firman Allah: "Dijadikan indah pada (pandanagan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, dll. Itulah kesenanagan hidup di dunia Dan di sisi Alllalah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali-Imran: 14)
Secara naluri menusia mempunyai ketertarikan yang kuat terhadap perhiasan seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut. Yang demikian merupakan sesuatu yang dicari, bahkan menjandi tujuan hidup bagi kebanyakan manusia di dunia ini. Oleh karena itu Allah langsung memperingatkan kita pada akhir ayat tersebut: "dan disisi Allahlah tempat kembali Yang baik (surga)." pada ayat lain juga disebutkan: "Dan janganlah kamu tunjukan kedua matamu kepada kami apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai mereka denganya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Thaha: 131)
Wallahu A'lam.

jAgAlAh Hatimu Kawan

"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka Bumi, lalu mempunyai hati yang dengannya mereka dapat memahami, atau mempunyai telinga denganya mereka dapat mendengar? Karena sesugguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada didalam dada." (QS. Al-Hajj; 46) Hati indentik dengan lintasan perasaan. ia tak berwujud benda atau tubuh. keberadaanya abstrak seperti ruh. Hanya saja bisikanya kuat sehingga bisa mampu bisa mengenalikan manusia. ia merupakan gelanggang pertarungan antara kebaikan dan kejahatan. Menang kalah silih berganti. Itulah sebabnya ia dinamakan qalbu (cenderung bolak balik dan selalu berubah, sumiya al-qalbu litaqallubihi Hati manusia menempati posisi yang sangat vital. Ia adalah ruh dan energi kehidupan. Karena itu setiap mukmim harus merawat dengan baik.
Seperti organ tubuh lainya, hati bisa sakit, bahkan mati. Allah SWT berfirman : "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bgi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." (QS. 2:10)
Supaya hati kita tidak terjangkit penyakit, kita harus kita harus bekerja kers untuk merawatnya. Jangan lupakan pula 'makanan' utamanya yaitu dzikrulah Dengan mersakan kehadiran Allah itulah hati kita akan menemukan ketenangan. Ustman bin Affan pernah berkata , "Andai saja hati ini bersih suci, niscaya dia tidak akan pernah kenyang dengan dzikrullah".
Sebaliknya, saat ditanya bagaimana cara mengobati hati yang resah, Ibnu Mas'ud menjawab, "Dengarkanlah bacaan al-qur'an. Datanglah ke majelis-majelis dzikir. Pergilah ketempat yang sunyi untuk berkhalwat dengan Allah SWT. jika belum terobati juga, maka mintalah kepada Allah SWT hati yang lain karena hati yang kamu pakai bukanlah hatimu lagi".
Hati juga ibarat sebuah pohon. Ia membutuhkan siraman air yang cukup agar menjelma menjadi pohon yang kuat.Akarnya menghujam ke bumi, rantingnya rindang dan buahnya lebat. sebaliknya jika dilantarkan buahnya akan layu, batangnya keropos dan hingga akhirnya tumbang.
Merawathati merupakan keharusan bagi setiap muslim. sebab hati adalah nahkoda seluruh prilaku manusia. bila hati bersemayam di atas kebenaran maka peliharalah seluruh ucapan dan perbuatan manusia.
Bagaimana dengan hati kita? Masihkah berjalan diatas petunjuk-Nyayang bercerang atau bersaruk-saruk di kegelepan malam? Jangan biarkan ia menjadi hantu gentayangan yang senantiasa menjauhi cahaya untuk menebar ketakutan dan kebusukan hati sangat tergantung pada pedoman yang dipakai untuk membibingnya.
Sebagai muslim kita menyakini, bahwa sebaik-baik pembibing adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. "Bila hati berjalan tidak pada garis yang tidak ditentukan oleh Allah SWT, maka ia bagaikan mayat yang berjalan. Ia hidup tetapi tidak membawa kebaikan Bahkan menjadi penebar kebusukan." Demikian kata Sayyid Qutub.
Jika hati tidak dirawat dan tidak tidak digunakan sesuai dengan tuntunan Allah SWT, maka derajat pemiliknya lebih rendah dari hewan. Al-Qur'an telah memperingatkan hal itu :
"Dan sesuguhnya kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari Jin dan Manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orang yang lalai". (QS.7:179)
Islam adalah cahaya yang menerangi. cahaya menghidupkan hati yang mati agar mampu memahami hakikat kehidupan ini. bersyukurlah kita sebagai muslim, Karena kita memiliki potensi untuk menata hidup dan kehidupan selaras dengan kehendak Ilahi.
Wallahu A'lam.

" PP KEFARMASIAN "

Apoteker sebagai sebagai salah satu tenaga kesehatan mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya pelayanan kefarmasian. Karena itu kontribusi apoteker dalam proses pengobatan tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian yang sangat pesat, dewasa ini pelayanan kefarmasian tidak lagi terpaku pada pengelolaan obat sebagai komoditi saja.

Apoteker dituntut untuk memperluas cakupan pelayanan kefarmasian agar lebih komprehensif lagi. Apoteker berkewajiban memberikan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) guna mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional serta memonitor penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error).

Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian (selanjutnya disingkat PP-PK) merupakan perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kefarmasian. Kelahirannya sangat ditunggu-gunggu baik oleh para apoteker maupun stakeholder nya karena perangkat hukum yang ada sekarang ini dirasakan belum memadai.

Sebagaimana diketahui, perangkat hukum yang ada sekarang ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, dan belum memberdayakan organisasi profesi dan pemerintah daerah sejalan dengan era otonomi.

Sementara itu meski berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima, dan tenaga kefarmasian sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, tetapi masih belum memadai karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat cepat dan tidak seimbang dengan perkembangan hukum.

PP-PK merupakan acuan yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktek kefarmasian agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tapi mengapa sampai sekarang PP-PK belum keluar juga ? Padahal proses penggodokannya sudah memakan waktu lebih dari 3 tahun.

Apakah ada yang keberatan dengan PP-PK tersebut ?

Sejatinya PP-PK bisa juga dipandang sebagai penjabaran dari pasal 63 UU no 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan yang berbunyi :

  1. Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
  2. Ketentuan mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Di dalam rancangannya, PP-PK diantaranya mengatur jenis, kualifikasi, standar pendidikan dan registrasi tenaga kefarmasian, serta penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian. Melalui PP-PK akan terlihat dengan jelas siapa yang tergolong tenaga kefarmasian dan oleh karenanya berhak untuk menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian berikut tugas dan tanggung jawabnya serta sangsi yang diberikan apabila melanggar.

Secara objektif PP-PK memang merupakan payung hukum yang bisa menjadi landasan bagi para tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaannya. Disamping itu, dengan sendirinya melalui PP-PK kesemrawutan penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian yang terjadi selama ini diharapkan bisa teratasi.

Jadi semestinya tidak ada hal-hal perlu dipermasalahkan karena menimbulkan kerugian bagi pihak lain, misalnya. Atau, apakah pihak yang selama ini terbiasa menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian keberatan karena yang bersangkutan terkecualikan sebagai tenaga kefarmasian ?

Apakah Langkahqu mampu Merubah sebuah Harapan

.............................