Kamis, 19 Februari 2009

"Kontroversi Puyer bagi Masyarakat"

Kontroversi penggunaan puyer timbul karena kekhawatiran bahwa puyer tidak steril, berisiko dosis tidak tepat, reaksi campuran bermacam-macam obat, tidak sesuai dengan RUD (rational use of drugs) dan tidak sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB). Sebenarnya, bila dicermati, kekhawatiran tersebut adalah masalah human error, dan kekhawatiran itu bisa terjadi pada obat sediaan yang lain, seperti sirup dan kaplet.

Substansi dasar kontroversi yang terjadi selama ini sebenarnya adalah dua hal yang berbeda, tetapi saling dicampuradukkan permasalahannya. Substansi dasar pertama adalah masalah keilmiahan, yaitu tentang manfaat dan bahaya puyer. Sedangkan substansi lainnya adalah masalah nonilmiah atau penyimpangan etika dan keprofesian.

Kecurigaan penyimpangan tersebut berupa penggunaan obat yang tidak rasional, seperti pemberian obat yang berlebihan, pemberian antibiotik berlebihan yang dilakukan sebagian dokter. Juga kecurigaan adanya penyimpangan dalam persiapan dan prosedur pembuatan puyer yang dilanggar oleh apoteker.

Masalah kontroversi manfaat dan bahaya puyer adalah masalah substansi ilmiah yang harus diselesaikan secara ilmiah. Di bidang kedokteran, terjadinya kontroversi di bidang ilmiah adalah suatu hal yang biasa. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secara perlahan akan menyingkirkan pengetahuan dan teknologi sebelumnya.

Akan tetapi, kemajuan teknologi dan pengetahuan tersebut selalu diawali dengan perdebatan dan kontroversi di antara klinisi. Pada umumnya, semua teknologi dan pengetahuan baru di bidang medis yang teruji secara klinis akan banyak dipakai oleh pelayanan kedokteran modern. Namun, tidak semua kemajuan teknologi dan pengetahuan baru selalu yang lebih baik.

Sebaliknya, tidak semua pengetahuan dan teknologi yang lama selalu lebih buruk. Misalnya, penemuan deteksi penyebab alergi makanan yang memakai alat yang canggih, seperti IgE4 dan bioresonansi, ternyata tidak diakui secara medis, tetapi harus kembali ke ilmu dasar, yaitu diagnosis klinis atau DBPCFC.

Dalam ilmu kedokteran, perdebatan ilmiah tersebut selalu diawali dengan kajian dan pertemuan ilmiah yang dilakukan berbagai disiplin ilmu terkait. Yang menjadi penentu kontroversi yang diterima adalah fakta ilmiah dan penelitian ilmiah, atau yang sering disebut sebagai evidence base medicine (kejadian ilmiah berbasis bukti atau penelitian).

Dengan begitu, setelah kajian ilmiah menemukan kata sepakat, institusi profesi terkait akan mengeluarkan rekomendasi untuk dijadikan sebagai pedoman penanganan praktik kedokteran dan pegangan aspek legal medisnya. Bila telah diselesaikan secara ilmiah dan diikuti adanya regulasi profesi, kontroversi itu akan disosialisasikan kepada masyarakat.

Sedangkan masalah kontroversi nonilmiah atau penyimpangan etika dan keprofesian tidak harus diselesaikan secara intern dokter saja. Kecurigaan perilaku penyimpangan etika dan profesi dari sebagian dokter dan apoteker dalam pemberian advis obat dan persiapan obat adalah hak masyarakat untuk mengetahui dan diperdebatkan secara luas. Masyarakat juga berhak mengetahui permasalahan sesungguhnya. Sebab, masyarakat menjadi objek utama bila terjadi permasalahan pelayanan kesehatan.

Permasalahan

Perdebatan tentang kontroversi penggunaan puyer yang sekarang terjadi sudah campur aduk. Bahasan ilmiah tentang bahaya dan manfaat puyer yang diselesaikan secara ilmiah telanjur menjadi perdebatan publik. Kontroversi ilmiah tidak sesederhana seperti perdebatan nonilmiah. Perdebatan ilmiah harus disertai dengan fakta ilmiah berdasar evidence base medicine. Untuk menentukan bahaya puyer, harus ada fakta dan penelitian ilmiah, baru bisa dinyatakan apakah tindakan medis itu bisa digunakan atau tidak.

Tahap penyelesaian konflik ilmiah inilah yang sekarang tidak terjadi. Tanpa data dan bukti ilmiah, kontroversi itu telanjur diungkapkan sebagian dokter kepada masyarakat secara sistematis dan terus-menerus.

Bahkan, ada upaya untuk menggalang perdebatan tersebut yang melibatkan masyarakat nonilmiah, baik melalui seminar maupun media elektronik. Bila kontroversi ilmiah itu menjadi santapan publik, persepsi yang terjadi dalam masyarakat sangat bias dan melenceng dari substansi dasarnya. Sebab, persepsi masyarakat sering tidak didasari pemikiran dan fakta ilmiah, karena memang bukan kompetensinya.

Jadi, seharusnya, dokter yang mempunyai opini bahwa puyer berbahaya sebelumnya melakukan kajian dan temu ilmiah yang melibatkan ahli terkait dalam temu ilmiah formal melalui organisasi profesi atau institusi yang ada.

Dampak bagi Masyarakat

Bila kontroversi ilmiah telanjur dibuka di publik, permasalahan akan timbul makin panjang dan melebar. Dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang beragam, sering kontroversi tersebut menjadi debat kusir dan melenceng dari substansinya.

Jadi, masalah utama seharusnya adalah human error, tetapi kesalahan itu ditimpakan ke puyer. Contohnya, masyarakat memvonis puyer sebagai biang keladi pemakaian obat yang berlebihan dan tidak sesuai dengan indikasi. Padahal, perilaku itu juga terjadi pada pemberian obat sirup dan orang dewasa.

Selama ini, orang tua hanya mengkhawatirkan puyer bagi anaknya, namun tidak menyadari bahwa selama ini mereka kadang juga menjadi korban pelanggaran etika tersebut. Sering mereka menolak pemberian resep puyer antibiotik dan obat berlebihan untuk anaknya. Tetapi, saat sakit dan berobat ke dokter, orang tua sering minta diberi obat antibiotik, batuk, dan vitamin berbotol-botol hanya karena infeksi tenggorokan dan batuk pilek biasa.

Bagaimana Menyikapinya?

Selama fakta ilmiah yang menunjukkan bahaya puyer belum ada, dokter dan masyarakat tidak perlu khawatir dengan penggunaan puyer. Bahkan, ilmu meracik puyer adalah kegiatan ilmiah yang wajib diikuti mahasiswa kedokteran dan farmasi dalam pendidikannya.

Sementara itu, secara informal telah dinyatakan hal senada oleh ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan ketua IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), puyer tidak berbahaya dan tidak menunjukkan akibat buruk. Selama mengikuti prosedur penggunaan obat yang rasional dan menggunakan kaidah ilmu kedokteran dengan baik, penggunaan puyer bukan suatu masalah.

Oleh karena itu, institusi terkait, seperti Depkes, IDI, dan IDAI, harus segera mengeluarkan rekomendasi resmi tentang keamanan puyer. (jwpos)

http://pusat.golkar.or.id/contents/isu/?p=164

Apakah Langkahqu mampu Merubah sebuah Harapan

.............................